RA. KARTINI |
Kartini Masa Kini dan AKU DIRIKU
Oleh Abu Zafran
SETIAP 21 April diperingati sebagai hari
Kartini dan juga dikenal sebagai hari kebangkitan perempuan pribumi Indonesia.
Kartini merupakan satu pejuang wanita yang membela dan berupaya mengangkat derajat
perempuan Indoneseia. Biasanya peringatan pada Hari Kartini identik dengan
kebaya, sanggul, dandanan ala Kartini dan berbagai embel-embel yang melekat
pada fisik Kartini, tapi tidak untuk pemikirannya. Para perempuan sibuk
mengenakan atribut layaknya Kartini, tapi adakah yang berpikir seperti Kartini?
Raden Ajeng Kartini terlahir dari keluarga
kelas bangsawan, sehingga berkesempatan untuk memperoleh pendidikan walaupun
hanya sebatas sekolah dasar. Beliau merasa sedih karena dirinya dibatasi untuk
melanjutkan pendidikan ke tingkat lebih tinggi. Kesedihan itu tidak membuatnya
putus asa, lalu ia mengumpulkan buku-buku pelajaran, surat kabar, dan buku ilmu
pengetahuan lainnya untuk di baca. Kegemarannya dalam membaca membuatnya ingin
melakukan perubahan terhadap perempuan pribumi yang masih jauh tertinggal dalam
bidang ilmu pengtahuan.
Sebagai perempuan beliau beranggapan bahwa
kaumnya sangat dibatasi dalam memperoleh pendidikan dan atas dasar inilah
beliau ingin mengangkat derajat kaum perempuan lewat surat-surat yang dikirim
ke teman-temannya di Belanda. Kumpulan dari surat-surat ini oleh salah satu
teman belandanya yaitu Abendonon yang menjabat sebagai mentri kebudayaan, agama
dan kerajinan saat itu, di bukukan dengan judul Door Duisternis tot Licht (Habis
Gelap Terbitlah Terang). Terbitnya surat-surat kartini menarik perhatian
masyarakat Belanda dan mengubah pandangan mereka terhadap perempuan pribumi di
Indonesia. Pemikiran kartini yang tertuang dalam surat-suratnya juga menjadi
inspirasi bagi tokoh-tokoh Kebangkitan Nasional Indonesia.
Mengapa Kartini?
Kartini bukanlah satu-satunya pejuang
wanita yang dapat dijadikan inspirator bagi kaum perempuan. Sebelum era Kartini
sudah ada beberapa wanita yang berbuat lebih untuk kemajuan perempuan baik itu
dalam soal pendidikan, politik, ekonomi dan bahkan ada yang terlibat langsung
dalam medan perang seperti Cut Nyak Dhien dan Cut Meutia di Aceh. Tapi mengapa
harus Kartini yang dikenal dan kemudian dijadikan sebagai peringatan hari besar
nasional?
Kotroversi terhadap peringatan Hari Kartini
dikarenakan banyaknya perempuan lain yang lebih berjasa dibandingkan Kartini,
tapi mengapa hanya nama Kartini yang lebih populer dan bahkan dibuatkan lagu
kebangasaan khusus untuk mengenang jasa-jasanya? Hal ini sempat menjadi bahan
perbincangan hangat pada dekade 1980-an, di mana sosok Kartini dianggap
bukanlah orang yang tepat untuk dijadikan ikon kebangkitan perempuan Indonesia.
Guru besar Universitas Indonesia, Prof Dr
Harsya W Bachtiar pernah menggugat masalah ini melalui artikelnya yang berjudul
“Kartini dan Peranan Wanita dalam Masyarakat Kita”. Masalah ini juga menjadi
bahan perbincangan publik saat diterbitkannya Buku Surat-Surat Kartini oleh
F.G.P menjelang peringatan Hari Kartini 21 April 1998. Tulisan ini bukan untuk
menggugat pribadi kartini, bahkan banyak sebenarnya nilai positif yang dapat
diteladani dari seorang Kartini. Akan tetapi penobatan Kartini sebagai pelopor
perempuan Indonesia tidaklah tepat dikarenakan masih banyak perempuan yang bisa
dijadikan teladan selain Kartini.
No comments:
Post a Comment